Refleksi Aksi Kamisan-828
Sangkalan: catatan ini merupakan refleksi pribadi sehingga mungkin ada detail yang tidak penting tetapi diceritakan terlalu detail dan ada yang penting tapi luput, semoga maklum dan tidak kecewa membacanya. Tulisan pribadi, tidak mewakili pandangan afiliasi penulis.
Perjalanan menuju Lokasi
Hari ini, (Kamis, 22 Agustus 2024) adalah Kamisan ke-828, tetapi Kamisan pertama yang saya ikuti. Saya mengenakan atasan kaos hitam sesuai himbauan, masker hitam, topi merah, celana panjang serta sendal yang nyaman, meskipun saya teringat kalau aksi baiknya pakai sepatu supaya mudah untuk lari semisal rusuh, tapi semoga saja tidak. Berangkat dari Stasiun Bogor sekitar jam 13.05 turun di Stasiun Juanda kurang lebih 14.30-an. Karena masih ada cukup waktu, saya sempat makan siang dulu sebelah barat pintu selatan stasiun di kedai ayam geprek sambal ijo di tepi jalan, supaya kuat teriak-teriak, tidak pingsan, dan merepotkan orang, pikirku.
Ada tiga atau empat laki-laki yang bekerja di kedai itu, sambil mereka menyiapkan makanan yang kupesan, mereka mengobrol seru sembari menonton siaran langsung aksi di Gedung DPR-RI di Senayan di televisi yang berada di atas gerobak ayam geprek (Lihat Gambar 1). Tidak terlalu jelas kata-per-kata yang mereka bicarakan, tetapi yang saya curi dengar, awalnya mereka bertanya mengenai sebenarnya apa masalahnya, lalu ada seorang dari mereka yang menjelaskan perkaranya, kemudian mereka berharap bahwa demonstrasi yang dilakukan tidak menimbulkan korban, didengar dan bisa membawa perubahan baik bagi rakyat.
Kalau saya pemberani dan cukup supel mungkin saya akan percaya diri dan bergabung dengan obrolan mereka, sambil mengisi waktu menunggu makanan jadi. Tetapi karena saya pemalu dan kikuk, saya hanya berdiam dan mendengarkan, berusaha untuk tidak terlihat sedang mengamati serunya obrolan mereka. Merenungi ini, menyadarkan saya bahwa rakyat gusar dan gelisah dengan keadaan hari ini tidak hanya terjadi di sosial media, tetapi juga jadi obrolan di jalan, di kedai, di kantor, dimana-mana. Tidaklah terlalu berguna jadinya counternarrative yang diluncurkan oleh salah satunya Bapak Menteri Kominfo, berisi “Indonesia Baik-Baik Saja” atas respon dari layar biru “Peringatan Darurat” yang viral dalam waktu singkat (Gambar 2). Karena nyatanya memang Indonesia sedang tidak baik-baik saja, dan rakyatpun tahu dan sadar.
Setelah selesai makan, jalan kaki menyusuri trotoar Jalan Ir. H Juanda ke arah barat, lalu menyeberangi zebra cross dan jembatan kecil tidak jauh dari Halte Busway Pecenongan di belakang gedung Kemendagri, melalui Jalan Veteran II kemudian menyeberang lagi di Jalan Medan Merdeka Utara (padahal ada jalan yang lebih mudah tapi karena lagi-lagi ini kali pertama jadi ya sudah).
Persiapan Aksi
Pukul tiga tepat, depan istana masih sepi, baru beberapa orang yang sudah berkumpul, dengan pakaian serba hitam, saya juga sempat memotret istana yang masih bernuansa merah putih bekas 17 Agustus kemarin dengan kamera ponsel yang tidak terlalu jernih-jernih amat (Gambar 3).
Saya -dengan kebingungan- datang menghampiri kerumunan dan mencoba berbaur dengan peserta aksi lainnya. Salah seorang dari yang sudah berkumpul, mengambil megafon dan menginstruksikan supaya kita berbaris di depan road barrier berwarna oranye. Spanduk-pun ditempel dengan lakban hitam di road barrier tersebut. Fungsinya supaya orang-orang yang melintas bisa melihat pesan yang disampaikan. Aksi tidak secara langsung membuat macet karena tidak menutup jalan dan tertib di belakang road barrier. Hanya saja yang melintas kadang melaju pelan sepertinya mengamati dan mungkin juga sedang membaca tulisan yang ada di spanduk, ada juga yang memekikan “merdeka” dari motor atau mobil yang melintas, seolah memberi tambahan dukungan mental dan moral bagi yang sedang aksi.
Payung hitam dibagikan kepada peserta aksi. Setiap payung terdapat tulisan huruf berwarna putih tentang kejadian kelam kejahatan HAM masa lalu yang belum tuntas hingga sekarang seperti Tragedi Semanggi, Penculikan Aktivis, Tragedi Wasior, Aceh dan ada banyak lainnya yang mungkin luput dari pandangan saya, payung yang dibagikan cukup banyak, setidaknya lebih dari sepuluh, saya tidak menghitungnya secara pasti (Gambar 4).
Hal yang baru saya sadari adalah tragedi-tragedi ini ternyata tidak hanya terjadi di Semanggi/Jakarta/Jawa saja tetapi di berbagai wilayah lain juga di Indonesia, dan mungkin ada masih banyak yang belum tuntas tetapi tidak tercatat. Tetapi semuanya memiliki kesamaan dengan yang dialami Ibu Sumarsih yang sudah berambut putih tetapi secara konsisten bertahun-tahun menjalani Kamisan hingga hari ini yang ke-828, beliau kehilangan anaknya, Alm. Mas Wawan, korban tragedi penembakan Semanggi I 1998 dan belum mendapatkan keadilan sampai sekarang.
Saya — yang clueless dan cimpy- bawa payung hitam sendiri dari rumah karena saya kira itu bagian spek pribadi aksi untuk melindungi diri dari panas terik matahari Kamis sore dan/atau hujan kalau lagi musimnya. Ternyata ada fungsi propaganda aksinya juga melalui pesan-pesan yang disampaikan melalui tulisan putih di payung tersebut. Asalnya saya berdiri di dekat road barrier karena diminta berbaris dan mengisi barisan depan yang kosong terlebih dahulu. Tetapi karena sadar payung saya polosan dan tidak berpesan, saya pelan-pelan bergeser ke belakang supaya tidak menghalangi payung lain yang bertulisan. Memang baiknya bertanya dulu kepada yang pernah kamisan sebelumnya. Ketika bergeser ke belakang itulah saya bertemu Adit, dan tidak lama kemudian juga Rana, lalu Nida, dan teman-teman lainnya dari Planologi, KM-ITB, Ksatria Ganesha, kawan seperjuangan dulu ketika di kampus.
Ketika sudah mau dimulai, massa aksi diminta untuk membuat lingkaran besar dengan sound di tengah. Setelahnya, massa diminta duduk dan mendengarkan orasi bergantian dengan deklamasi puisi dan lagu-lagu pergerakan.
Beberapa Catatan
Ibu Halida Hatta
Beliau merupakan putri ketiga (bungsu) proklamator kemerdekaan Indonesia, Bung Hatta. Sepanjang beliau orasi, saya yang cengeng menangis sakit hati mendengarnya karena benar terjadi seperti yang digambarkan dan tidak sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Beberapa yang saya catat, kurang lebih seperti ini, tetapi banyak skip nya (mohon maaf):
Kemerdekaan merupakan jalan, jalan bagi kemakmuran dan kebahagiaan rakyat, dua hal yang hari ini belum kita capai kecuali sangat sedikit sekali diantara kita, karena ketidakadilan…
…Bapak (Bung Hatta) ketika sudah berhenti jadi Wakil Presiden dan lebih sering di rumah, dulu pernah membantu saya menyusun tugas makalah ketika saya tingkat dua Fisipol UI. Dia memberikan saya dua buku filsafat politik karya John Locke dan Montesquieu
Salah satu pesan pentingnya adalah filsafat politik tersebut menentang teori hak lahir raja dan feodalisme. Mengakui bahwa semua orang dianugerahi hak untuk hidup, kebebasan, dan kepemilikan. Adanya separation of power atau Trias Politica, checks and balances, menjaga keseimbangan dan akuntabilitas pemerintahan.
Itulah beberapa prinsip fundamental yang dipegang Bung Hatta, adil berlandaskan kedaulatan rakyat, menentang hak lahir raja dan feodalisme. Apalagi menggunakan alat-alat negara untuk berkuasa. Indonesia semakin jauh dari yang dicita-citakan Bung Hatta.
Maklumat No X Tahun 1945 tentang Badan Legislatif dibentuk untuk menghindari kekuasaan yang totaliter dan aristokratis… 79 Tahun Badan Legislatif berdiri, yang terjadi adalah pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan cita-cita bangsa serta pembungkaman rakyat yang sejatinya mereka adalah pemilik kedaulatan… Pasal 28 kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pendapat, yang terjadi saat ini adalah kematian demokrasi, pengkhianatan konstitusi
Ini sudah Kamisan yang ke-828, penuntasan pelanggaran HAM berat yang tak kunjung usai, semakin diabaikan penguasa yang tidak merawat nurani…
Menjadi manusia itu butuh berkarakter dan berbudi luhur, saling membantu yang lemah, bukan nepotisme, kualitas dan mental bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang terhormat dan berwibawa…
Demokrasi bisa hilang sementara waktu, kita semua bisa membantu Indonesia ke negara demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, keadilan, kemakmuran hidup dengan kualitas hidup yang baik, menjadi bangsa yang terhormat…
Jangan lelah bersuara ya!
Demi menggerakkan Pancasila dalam arti yang sesungguhnya…
Bapak Yanuar Nugroho
Dulu saya berkantor di seberang sana, sebagai Deputi II Kantor Staf Presiden sekarang saya di luar sini, karena kesetiaan terhadap gagasan lebih penting dibandingkan kesetiaan terhadap orangnya. Dulu saya bergabung karena saya percaya Indonesia bisa, mampu, dan harus lebih baik, dan sampai hari ini saya tetap setia terhadap gagasan tersebut…
Kesewenang-wenangan akan tetap berjalan kalau kita diam tidak bereaksi. Kalau kita tidak menunjukkan bahwa kita ada dan paham situasi. Kita harus melawan, tidak ada cara lain, Kalau kita diam, kalau kita tidak bersuara, kita berpihak kepada kesewenang-wenangan itu!
828 hari Kamis… tuntutan itu harus terus digemakan. Kita ada di situasi genting. Kalau kita percaya dengan demokrasi, kita harus bergerak. Kita tidak boleh diam. Kita harus tunjukkan bahwa kita ada. Yang selama ini dianggap bodoh, kita tidak bodoh. Yang selama ini dianggap takut, kita tidak takut.
2014 di Majalah Times, bertulis Harapan Baru. Banyak orang melihat harapan itu diletakkan pada pundak seseorang. Pasti salah, jika kemudian kita mengkultuskan seseorang seolah-olah orang tersebut tidak mungkin salah.
Setialah pada gagasan, bukan pada orang.
Kita setia pada Indonesia yang setia pada demokrasi, dan demokratis
Kita setia pada Indonesia yang melindungi warganya
Kita setia pada Indonesia yang melindungi siapapun
bukan hanya melindungi segelintir orang yang punya kuasa…
Perwakilan Sindikasi
Seperti halnya ketakutan, Keberanian itu menular. Tetapi ada syaratnya. Keberanian itu harus ditunjukkan! Lawan kesewenang-wenangan dengan cara apapun, dengan cara-cara yang kalian bisa. Tunjukan bahwa kezaliman tidak bisa didiamkan!
Beberapa Cuplikan Foto
Orasi dan Deklamasi Puisi dengan latar karton bertuliskan “Telah Mati Demokrasi”
Kertas poster yang dipakai salah satu massa aksi untuk melindungi dari terik matahari bertuliskan “Ketika Jutaan Fresh Graduate Pengangguran…. Bisa-Bisanya Jokowi Nabrak Segala Aturan Biar Anaknya Dapet Kerja” dengan latar belakang Tugu Monumen Nasional. Poster ini adalah my personal favorite karena menurut saya pesannya sederhana tetapi sangat relate, timely, ironinya dapet dan cukup efektif untuk nudging bikin kesan kaya “EH ANJIR IYA JG YA…” (maaf kasar tapi penting)
Foto bersama dengan beberapa spanduk bertuliskan “Lawan Elite Pembegal Konstitusi”, “Aksi Kamisan Berdiri Selamatkan Demokrasi”, “Sudahlah Pak, Kami Sudah Muak” dan beberapa foto pelaku pelanggaran HAM.
Swafoto dan foto bersama dengan rekan-rekan seperjuangan di KM-ITB yang ketemu di lokasi aksi tanpa janjian (janjian deng sama Adit sama Ardhi). Seneng juga rasanya bisa ketemu temen-temen disini, meski sebagian besar pada sibuk kerja mencar-mencar masih sempat ikut turun ke jalan. Semoga kita tetap setia pada Indonesia yang setia pada demokrasi, dan demokratis.
Posisionalitas dan Pembelaan Diri
Banyak yang bertanya:
“Lho kan ASN/PNS, kok malah ikut-ikutan demo?”
Terus saya jawab begini dengan bercanda:
“Lho justru karena saya ASN/PNS makannya saya ikut demo, saya kan bagian dari KORPRI, Korps Pegawai Republik Indonesia, kalau saya diam saja, nanti harus ganti nama jadi Korps Pegawai Monarki Indonesia (KORPMI) dong?”
Untuk jawaban seriusnya ada di PP No 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS Pasal 3 butir a yang berbunyi:
PNS wajib setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Pemerintah
Kata “dan” serta “wajib setia dan taat sepenuhnya” berarti tidak boleh PNS hanya taat pada Pemerintah tetapi mengkhianati Pancasila, UUD NRI 1945, dan NKRI. Jika Pemerintah tidak menjalankan Pancasila, UUD NRI 1945, dan NKRI dengan baik, mengarah kepada Politik Dinasti, sedangkan PNS masih tetap setia dan taat sepenuhnya kepada Pemerintah, sama saja kita menutup mata dengan kewajiban kesetiaan dan ketaatan terhadap dasar-dasar negara (Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI) yang disebut lebih dulu sebelum kemudian “Pemerintah” dan sedang terang-terangan mengabaikan kewajiban kita bersama-sama tanpa sadar atau sengaja dibuat tidak sadar pokoknya harus patuh tegak lurus.
Kemudian Pasal 4 angka 2:
PNS wajib mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
Jadi kalau misalkan gara-gara kita diam sebagai PNS, terus tiba tiba Kaesang bisa jadi Gubernur/Wakil Gubernur, kepentingan negara sedang dikangkangi oleh kepentingan pribadi seseorang/golongan, dan lagi-lagi kita terang-terangan mengabaikan kewajiban kita bersama-sama tanpa sadar atau sengaja dibuat tidak sadar pokoknya harus patuh tegak lurus.
Jangan Lelah Berjuang
Melawan segala kesewenang-wenangan,
Meski hanya dengan rasa tidak setuju di hati
Terhadap kemunkaran yang terjadi.
Janganlah mengutuk mereka yang beraksi
Meluruskan sendi-sendi demokrasi.
Semoga nurani tetap menyala,
Di relung hati yang terdalam,
Bagi para Pegawai di seluruh Nusantara.